Tuesday, January 25, 2005

Sorry, no English version available...

Pernahkah kau melihat
runtuhnya sebuah jembatan batu?
atau sesosok gedung tinggi?
atau tebing terjal di sisi pantai?
Gumpal
demi
gumpal.
Serpih
demi
serpih.

Pernahkah kau merasa
sakitnya tertimpa kegagalan?
atau tusukan kata-kata dalam konflik?
atau kalutnya terlanda keterasingan?
Nyeri
demi
nyeri.
Pedih
demi
pedih.

Lebih baik terterjang mobil
lalu mati seketika di tempat,
daripada terluka parah
berdarah-darah
terkapar
tak berdaya
dalam sunyi
sendiri.

Sama nyerinya sekarang
ketika gumpal demi gumpal
kegagalan
terbingkai wajah tak percaya
akan kemampuan diri
dan menggelontor percaya diri
ke gorong-gorong
terjauh, terdalam.

Sama pedihnya
ketika serpih demi serpih
tuduhan
terbingkai kalimat
menuduh kepercayaan
akan pola filosofis dan
menggores rasa cinta
hingga membelah-belah
hati dengan ketidakberaturan
tak berbentuk.

Dan
pada akhirnya
diri runtuh segumpal demi segumpal,
seserpih demi seserpih.
diri sakit nyeri demi nyeri,
pedih demi pedih.

Dan
diri terluka parah
berdarah-darah
terkapar
tak berdaya
dalam sunyi
sendiri.

(tapi tak butuh dikasihani
sebab kau tak suka itu, bukan?)